Selasa, 25 Desember 2012

Filled Under:

MIRROR :

Berkaca Diri Menghindari Kematian Dini



Brand bukan sekadar kumpulan huruf, lambang, atau logo dan kata-kata untuk membedakan antara produk yang satu dengan yang lain. Lebih dari itu, brand adalah etalase dari sebuah perusahaan yang diwakilinya. Dia merupakan intangible asset yang sering kali memiliki value melebihi tangible asset yang dimiliki oleh sebuah perusahaan. Tidaklah berlebihan bila dikatakan membangun dan membesarkan brand berarti membangun dan membesarkan perusahaan.

Siklus kehidupan sebuah brand yang tidak dipelihara dengan baik seperti siklus kehidupan
makhluk hidup pada umumnya; brand dirancang, diciptakan, dilahirkan, tumbuh menjadi besar, mature, dan perlahan mulai declining. Masa hidup suatu brand tergantung dari pelaku bisnis yang memelihara dan mengasuh brand itu, seberapa besar passion dan kreativitas yang dimiliki untuk menjaga brand tersebut.

Banyak marketer yang dalam perjalanannya menjaga dan mengasuh brand terjebak pada sebuah paradigma bahwa dengan anggaran iklan yang besar sudah pasti brand yang diasuhnya tumbuh secara normal dan sehat. Anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar karena banyak kesalahan yang tanpa sadar dilakukan oleh para marketer seperti pada tulisan Darmadi Durianto yang pernah disajikan Majalah MARKETING mengenai “13 tren kegagalan merek”.

Seiring perjalanan waktu, tidak sedikit brand kehilangan relevansi dengan target pasar (konsumen) yang menjadi sasarannya dikarenakan dinamika keinginan konsumen bergerak sangat cepat. Banyak faktor yang mendorong hal tersebut terjadi, seperti perubahan gaya hidup, teknologi, sosial-budaya, bahkan edukasi pesaing yang menawarkan nilai tambah baru dalam kategori produk atau jasa tertentu. Dengan kondisi seperti ini setiap brand dituntut untuk terus membaca dan menganalisis keinginan pasar serta berlari mengikuti tren dan permintaan pasar tersebut. Mari kita lihat sebuah fakta perjalanan sebuah brand berikut ini.

Dari data Top Brand Index yang disajikan secara tracking sejak tahun 2006–2012 untuk kategori minuman sari buah siap minum, terlihat kejayaan brand Frutang di tahun 2006, memiliki Top Brand Index di atas brand-brand lain yang menjadi kompetitornya. Di tahun 2007 Frutang masih menunjukkan kekuatan dengan Top Brand Index (TBI) yang mengalami peningkatan, sementara brand kompetitor terdekatnya, Buavita, mengalami penurunan. Waktu terus berjalan dan pasar semakin demanding. Tanpa disadari, di tahun 2008 mulai terlihat gejala penurunan TBI merek Frutang. Di sisi lain, Buavita mengalami peningkatan TBI yang signifikan sehingga gap indeks di antara mereka semakin kecil.
Terlepas Frutang melakukan aktivitas marketing atau mengubah strategi pemasarannya atau tidak untuk menyelamatkan brand mereka, faktanya dari tahun ke tahun TBI merek ini terus meluncur tajam ke posisi bawah. Sementara itu, Buavita secara perlahan namun konsisten terus mengalami peningkatan TBI. Pada tahun 2009 Frutang dipaksa menyerahkan mahkota pemegang TBI tertinggi di kategori minuman sari buah siap minum kepada Buavita.

Kasus yang sama juga terjadi pada kategori “life insurance”. Brand Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 harus rela tergelincir posisinya sebagai pemegang TBI tertinggi pada tahun 2010, kepada brand Prudential life insurance. Berikut datanya:

Dari kedua kasus brand di atas, jelas terlihat betapa pentingnya setiap marketer pemegang merek untuk selalu bercermin pada pergerakan pasar yang ada. Data-data pergerakan pasar yang disajikan secara rutin oleh Top Brand Index dapat digunakan untuk antisipasi pergerakan merek di masa mendatang.

Dengan bercermin dari data tersebut, langkah selanjutnya harus dilakukan general check up terhadap brand mereka, mengenai penyakit yang diderita oleh brand-brand tersebut. Di dunia marketing, general check up terhadap brand biasa dikenal dengan “brand audit”.

Sedikitnya ada enam elemen yang harus dikenakan pengecekan mengenai kekuatan dan kelemahan brand, kesempatan dan ancaman yang ada terhadap eksistensi brand.



1. Persepsi Mitra dan Konsumen


Kesehatan brand dapat dilihat dari kacamata mitra perusahaan seperti para supplier, distributor, termasuk seluruh channel penjualan mengenai persepsi brand yang berkembang di kalangan mereka, apa yang dibicarakan—positif atau negatif. Gambaran ini merupakan indikasi awal kekuatan dan kesehatan brand di pasaran.

Sesuatu yang harus mendapat perhatian utama dan penting adalah persepsi dari konsumen yang merupakan target pasar brand tersebut. Persepsi apa yang berkembang di kalangan mereka, ini dapat dicek melalui word of mouth yang beredar di masyarakat. Selain itu, juga dapat dilihat dari komen-komen yang ada dan berkembang di media sosial seperti Facebook, Twitter, dan media sosial lainnya.


2. Pandangan dan Pemahaman Internal Stakeholder


Hal ini penting untuk mengetahui pandangan dan pemahaman semua pihak dalam organisasi perusahaan terhadap proposisi brand mereka, mengingat dari merekalah kekuatan dan kesehatan merek tercermin—karena mereka adalah unsur-unsur perusahaan yang bersentuhan langsung dengan pihak luar. Bagian R&D maupun produksi juga penting memengaruhi kekuatan dan kesehatan merek sehingga orientasi terhadap produk yang dihasilkan akan selaras dan memperkuat brand tersebut.


3. Kompetitor


Sadari sepenuhnya bahwa sebuah brand tidak bermain sendiri di sebuah kategori produk/jasa, melainkan selalu bersanding dengan brand-brand lain dalam memenuhi keinginan konsumen. Mempelajari pergerakan brand lain penting untuk melihat kekuatan dan kelemahan dari brand kita dan mencari value yang belum ditawarkan pesaing.



4. Brand Positioning


Merupakan janji yang ditawarkan ke konsumen dan marketer harus selalu mengevaluasi, apakah janji itu sesuai dengan esensi kebutuhan konsumen dan dianggap penting oleh mereka. Apakah positioning kita menggambarkan keunggulan brand dibandingkan pesaing dan dalam positioning tersebut memberikan kekuatan janji ke konsumen di masa mendatang. Konsep strategi positioning kita harus selalu relevan dengan keinginan konsumen dari waktu ke waktu.


5. Brand Architecture


Strategi pengembangan brand harus benar-benar mempertimbangkan seluruh aspek agar jangan terjadi kebingungan antara brand induk, sub-brand, termasuk juga dengan corporate brand. Ini penting untuk dapat menempatkan brand pada positioning masing-masing sehingga di pasar menjadi lebih clear diferensiasinya walaupun tetap terintegrasi untuk saling mendukung kekuatan brand itu sendiri.


6. Alokasi Sumber Daya


Tentu saja semua proses di atas tidak terlepas dari kemampuan, kecukupan, dan ketepatan penempatan sumber daya yang efektif dan efisien. Kesemuanya itu untuk menjamin realisasi strategi brand di semua lini yang bersentuhan dengan konsumen yang menjadi target pasar.

Melakukan brand audit sudah menjadi sebuah keharusan yang dilakukan secara berkala dan berkesinambungan. Indikasi peningkatan dan penurunan kesehatan brand dapat dilihat dengan mudah dalam sajian data-data Top Brand Index. Dengan rutin menganalisis dan berkaca diri (self Mirror) terhadap data-data pergerakan pasar yang ada akan memperpanjang eksistensi dan umur brand di pasar sehingga brand tersebut dapat terhindar dari kematian dini.

*sumber: http://www.frontier.co.id/berkaca-diri-menghindari-kematian-dini.html