Rabu, 26 Juni 2013

Filled Under:

Mengolah Sabut Kelapa

Sabut kelapa merupakan komoditi yang belum ter-eksplorasi secara maksimal. Sumber daya berupa serat kulit kelapa ini kini mulai menjadi pekerjaan baru para Punggawa negeri kita untuk memanfaatkan produk yang berlimpah tersebut.

menurut id.wikipedia, sabut adalah : 
Sabut merupakan bagian mesokarp (selimut) yang berupa serat-serat kasar kelapa . Sabut biasanya disebut sebagai limbah yang hanya ditumpuk di bawah tegakan tanaman kelapa lalu dibiarkan membusuk atau kering. Pemanfaatannya paling banyak hanyalah untuk kayu bakar. Secara tradisional, masyarakat telah mengolah sabut untuk dijadikan tali dan dianyam menjadi kesed. Padahal sabut masih memiliki nilai ekonomis cukup baik . Sabut kelapa jika diurai akan menghasilkan serat sabut (cocofibre) dan serbuk sabut (cococoir). Namun produk inti dari sabut adalah serat sabut. Dari produk cocofibre akan menghasilan aneka macam derivasi produk yang manfaatnya sangat luar biasa.
Sabut kelapa sering dimanfaatkan oleh perusahaan pembuat karbon batrai atau juga sebagai media tanam. Pengguna terbesar produk ini adalah Korea Selatan.
-------------

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menggandeng Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI) untuk mengembangkan industri sabut kelapa di daerah menjadi komoditas bernilai ekonomi. Kerjasama ini diharapkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan, khususnya petani kelapa.
Hal itu disampaikan Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan AISKI, Ady Indra Pawennari dalam siaran persnya seusai melakukan survei potensi sabut kelapa dan lokasi pembangunan industri pengolahan sabut kelapa di Desa Sokoi, Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau, Sabtu (6/4/2013).
"Kerjas ama Kemenperin - AISKI untuk mengembangkan industri sabut kelapa di daerah segera direalisasikan tahun ini. Lokasinya sudah disepakati di Kabupaten Indragiri Hilir dan Pelalawan, Riau," ujar Ady yang juga menjabat sebagai Ketua AISKI Riau ini.

Menurut Ady, pola kerjasama Kemenperin - AISKI untuk menggarap potensi sumberdaya alam lokal, khususnya sabut kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir dan Pelalawan, hendaknya diikuti kementerian dan lembaga-lembaga lainnya di Indonesia.

"Kerja sama seperti ini cukup bagus untuk mengeliminasi kegagalan. Sebetulnya, pemerintah punya program untuk mengembangkan potensi sumberdaya alam lokal menjadi komoditas andalan daerah. Tapi, siapa yang menjamin pemasarannya?" katanya.

Ady mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Pelalawan yang bersedia menyiapkan lahan, sarana dan prasarana untuk mendukung pendirian industri sabut kelapa di daerah itu. Sementara Kementerian Perindustrian membantu pengadaan mesin-mesin produksinya.

"Selanjutnya AISKI berperan mempersiapkan teknologi, melakukan pelatihan kepada para pekerja yang terlibat dalam proses produksi, hingga pemasaran ke luar negeri. Pelatihan ini penting, sehingga kualitas serat (coco fiber) dan serbuk (coco peat) yang dihasilkan sesuai dengan standar pasar internasional," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Desa Sokoi, Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau, Tasrib menyampaikan terima kasihnya kepada Kementerian Perindustrian, Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan AISKI.

"Pembangunan pabrik sabut kelapa di Desa Sokoi ini, adalah impian masyarakat yang sudah terpendam selama puluhan tahun. Terus terang, keberadaan pabrik sabut kelapa ini nantinya akan sangat membantu masyarakat untuk menopang ekonomi keluarganya," katanya.

Menurut Tasrib, mayoritas masyarakat desa yang dipimpinnya itu adalah petani kelapa. Namun, sabut kelapanya yang merupakan hasil samping dari perdagangangan buah kelapa di daerah berpenduduk 500 kepala keluarga itu, belum diolah menjadi komoditas bernilai ekonomi.

"Masyarakat tahu, jika sabut kelapa itu diolah, ada harganya. Tapi, mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengolahnya. Apalagi, pengadaan mesin-mesin produksinya butuh modal yang tidak sedikit," ujar Tasrib sembari menambahkan jumlah sabut kelapa yang dibakar di desanya mencapai 1 juta butir per bulan.
"Kerjas ama Kemenperin - AISKI untuk mengembangkan industri sabut kelapa di daerah segera direalisasikan tahun ini. Lokasinya sudah disepakati di Kabupaten Indragiri Hilir dan Pelalawan, Riau," ujar Ady yang juga menjabat sebagai Ketua AISKI Riau ini.
Menurut Ady, pola kerjasama Kemenperin - AISKI untuk menggarap potensi sumberdaya alam lokal, khususnya sabut kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir dan Pelalawan, hendaknya diikuti kementerian dan lembaga-lembaga lainnya di Indonesia.

"Kerja sama seperti ini cukup bagus untuk mengeliminasi kegagalan. Sebetulnya, pemerintah punya program untuk mengembangkan potensi sumberdaya alam lokal menjadi komoditas andalan daerah. Tapi, siapa yang menjamin pemasarannya?" katanya.

Ady mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Pelalawan yang bersedia menyiapkan lahan, sarana dan prasarana untuk mendukung pendirian industri sabut kelapa di daerah itu. Sementara Kementerian Perindustrian membantu pengadaan mesin-mesin produksinya.

"Selanjutnya AISKI berperan mempersiapkan teknologi, melakukan pelatihan kepada para pekerja yang terlibat dalam proses produksi, hingga pemasaran ke luar negeri. Pelatihan ini penting, sehingga kualitas serat (coco fiber) dan serbuk (coco peat) yang dihasilkan sesuai dengan standar pasar internasional," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Desa Sokoi, Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau, Tasrib menyampaikan terima kasihnya kepada Kementerian Perindustrian, Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan AISKI.

"Pembangunan pabrik sabut kelapa di Desa Sokoi ini, adalah impian masyarakat yang sudah terpendam selama puluhan tahun. Terus terang, keberadaan pabrik sabut kelapa ini nantinya akan sangat membantu masyarakat untuk menopang ekonomi keluarganya," katanya.

Menurut Tasrib, mayoritas masyarakat desa yang dipimpinnya itu adalah petani kelapa. Namun, sabut kelapanya yang merupakan hasil samping dari perdagangangan buah kelapa di daerah berpenduduk 500 kepala keluarga itu, belum diolah menjadi komoditas bernilai ekonomi.

"Masyarakat tahu, jika sabut kelapa itu diolah, ada harganya. Tapi, mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengolahnya. Apalagi, pengadaan mesin-mesin produksinya butuh modal yang tidak sedikit," ujar Tasrib sembari menambahkan jumlah sabut kelapa yang dibakar di desanya mencapai 1 juta butir per bulan.
Menurut Ady, pola kerjasama Kemenperin - AISKI untuk menggarap potensi sumberdaya alam lokal, khususnya sabut kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir dan Pelalawan, hendaknya diikuti kementerian dan lembaga-lembaga lainnya di Indonesia.
"Kerja sama seperti ini cukup bagus untuk mengeliminasi kegagalan. Sebetulnya, pemerintah punya program untuk mengembangkan potensi sumberdaya alam lokal menjadi komoditas andalan daerah. Tapi, siapa yang menjamin pemasarannya?" katanya.

Ady mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Pelalawan yang bersedia menyiapkan lahan, sarana dan prasarana untuk mendukung pendirian industri sabut kelapa di daerah itu. Sementara Kementerian Perindustrian membantu pengadaan mesin-mesin produksinya.

"Selanjutnya AISKI berperan mempersiapkan teknologi, melakukan pelatihan kepada para pekerja yang terlibat dalam proses produksi, hingga pemasaran ke luar negeri. Pelatihan ini penting, sehingga kualitas serat (coco fiber) dan serbuk (coco peat) yang dihasilkan sesuai dengan standar pasar internasional," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Desa Sokoi, Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau, Tasrib menyampaikan terima kasihnya kepada Kementerian Perindustrian, Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan AISKI.

"Pembangunan pabrik sabut kelapa di Desa Sokoi ini, adalah impian masyarakat yang sudah terpendam selama puluhan tahun. Terus terang, keberadaan pabrik sabut kelapa ini nantinya akan sangat membantu masyarakat untuk menopang ekonomi keluarganya," katanya.

Menurut Tasrib, mayoritas masyarakat desa yang dipimpinnya itu adalah petani kelapa. Namun, sabut kelapanya yang merupakan hasil samping dari perdagangangan buah kelapa di daerah berpenduduk 500 kepala keluarga itu, belum diolah menjadi komoditas bernilai ekonomi.

"Masyarakat tahu, jika sabut kelapa itu diolah, ada harganya. Tapi, mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengolahnya. Apalagi, pengadaan mesin-mesin produksinya butuh modal yang tidak sedikit," ujar Tasrib sembari menambahkan jumlah sabut kelapa yang dibakar di desanya mencapai 1 juta butir per bulan.
"Kerja sama seperti ini cukup bagus untuk mengeliminasi kegagalan. Sebetulnya, pemerintah punya program untuk mengembangkan potensi sumberdaya alam lokal menjadi komoditas andalan daerah. Tapi, siapa yang menjamin pemasarannya?" katanya.
Ady mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Pelalawan yang bersedia menyiapkan lahan, sarana dan prasarana untuk mendukung pendirian industri sabut kelapa di daerah itu. Sementara Kementerian Perindustrian membantu pengadaan mesin-mesin produksinya.

"Selanjutnya AISKI berperan mempersiapkan teknologi, melakukan pelatihan kepada para pekerja yang terlibat dalam proses produksi, hingga pemasaran ke luar negeri. Pelatihan ini penting, sehingga kualitas serat (coco fiber) dan serbuk (coco peat) yang dihasilkan sesuai dengan standar pasar internasional," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Desa Sokoi, Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau, Tasrib menyampaikan terima kasihnya kepada Kementerian Perindustrian, Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan AISKI.

"Pembangunan pabrik sabut kelapa di Desa Sokoi ini, adalah impian masyarakat yang sudah terpendam selama puluhan tahun. Terus terang, keberadaan pabrik sabut kelapa ini nantinya akan sangat membantu masyarakat untuk menopang ekonomi keluarganya," katanya.

Menurut Tasrib, mayoritas masyarakat desa yang dipimpinnya itu adalah petani kelapa. Namun, sabut kelapanya yang merupakan hasil samping dari perdagangangan buah kelapa di daerah berpenduduk 500 kepala keluarga itu, belum diolah menjadi komoditas bernilai ekonomi.

"Masyarakat tahu, jika sabut kelapa itu diolah, ada harganya. Tapi, mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengolahnya. Apalagi, pengadaan mesin-mesin produksinya butuh modal yang tidak sedikit," ujar Tasrib sembari menambahkan jumlah sabut kelapa yang dibakar di desanya mencapai 1 juta butir per bulan.
Ady mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Pelalawan yang bersedia menyiapkan lahan, sarana dan prasarana untuk mendukung pendirian industri sabut kelapa di daerah itu. Sementara Kementerian Perindustrian membantu pengadaan mesin-mesin produksinya.
"Selanjutnya AISKI berperan mempersiapkan teknologi, melakukan pelatihan kepada para pekerja yang terlibat dalam proses produksi, hingga pemasaran ke luar negeri. Pelatihan ini penting, sehingga kualitas serat (coco fiber) dan serbuk (coco peat) yang dihasilkan sesuai dengan standar pasar internasional," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Desa Sokoi, Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau, Tasrib menyampaikan terima kasihnya kepada Kementerian Perindustrian, Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan AISKI.

"Pembangunan pabrik sabut kelapa di Desa Sokoi ini, adalah impian masyarakat yang sudah terpendam selama puluhan tahun. Terus terang, keberadaan pabrik sabut kelapa ini nantinya akan sangat membantu masyarakat untuk menopang ekonomi keluarganya," katanya.

Menurut Tasrib, mayoritas masyarakat desa yang dipimpinnya itu adalah petani kelapa. Namun, sabut kelapanya yang merupakan hasil samping dari perdagangangan buah kelapa di daerah berpenduduk 500 kepala keluarga itu, belum diolah menjadi komoditas bernilai ekonomi.

"Masyarakat tahu, jika sabut kelapa itu diolah, ada harganya. Tapi, mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengolahnya. Apalagi, pengadaan mesin-mesin produksinya butuh modal yang tidak sedikit," ujar Tasrib sembari menambahkan jumlah sabut kelapa yang dibakar di desanya mencapai 1 juta butir per bulan.
"Selanjutnya AISKI berperan mempersiapkan teknologi, melakukan pelatihan kepada para pekerja yang terlibat dalam proses produksi, hingga pemasaran ke luar negeri. Pelatihan ini penting, sehingga kualitas serat (coco fiber) dan serbuk (coco peat) yang dihasilkan sesuai dengan standar pasar internasional," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Sokoi, Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau, Tasrib menyampaikan terima kasihnya kepada Kementerian Perindustrian, Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan AISKI.

"Pembangunan pabrik sabut kelapa di Desa Sokoi ini, adalah impian masyarakat yang sudah terpendam selama puluhan tahun. Terus terang, keberadaan pabrik sabut kelapa ini nantinya akan sangat membantu masyarakat untuk menopang ekonomi keluarganya," katanya.

Menurut Tasrib, mayoritas masyarakat desa yang dipimpinnya itu adalah petani kelapa. Namun, sabut kelapanya yang merupakan hasil samping dari perdagangangan buah kelapa di daerah berpenduduk 500 kepala keluarga itu, belum diolah menjadi komoditas bernilai ekonomi.

"Masyarakat tahu, jika sabut kelapa itu diolah, ada harganya. Tapi, mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengolahnya. Apalagi, pengadaan mesin-mesin produksinya butuh modal yang tidak sedikit," ujar Tasrib sembari menambahkan jumlah sabut kelapa yang dibakar di desanya mencapai 1 juta butir per bulan.
Sementara itu, Kepala Desa Sokoi, Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau, Tasrib menyampaikan terima kasihnya kepada Kementerian Perindustrian, Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan AISKI.
"Pembangunan pabrik sabut kelapa di Desa Sokoi ini, adalah impian masyarakat yang sudah terpendam selama puluhan tahun. Terus terang, keberadaan pabrik sabut kelapa ini nantinya akan sangat membantu masyarakat untuk menopang ekonomi keluarganya," katanya.

Menurut Tasrib, mayoritas masyarakat desa yang dipimpinnya itu adalah petani kelapa. Namun, sabut kelapanya yang merupakan hasil samping dari perdagangangan buah kelapa di daerah berpenduduk 500 kepala keluarga itu, belum diolah menjadi komoditas bernilai ekonomi.

"Masyarakat tahu, jika sabut kelapa itu diolah, ada harganya. Tapi, mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengolahnya. Apalagi, pengadaan mesin-mesin produksinya butuh modal yang tidak sedikit," ujar Tasrib sembari menambahkan jumlah sabut kelapa yang dibakar di desanya mencapai 1 juta butir per bulan.
"Pembangunan pabrik sabut kelapa di Desa Sokoi ini, adalah impian masyarakat yang sudah terpendam selama puluhan tahun. Terus terang, keberadaan pabrik sabut kelapa ini nantinya akan sangat membantu masyarakat untuk menopang ekonomi keluarganya," katanya.
Menurut Tasrib, mayoritas masyarakat desa yang dipimpinnya itu adalah petani kelapa. Namun, sabut kelapanya yang merupakan hasil samping dari perdagangangan buah kelapa di daerah berpenduduk 500 kepala keluarga itu, belum diolah menjadi komoditas bernilai ekonomi.

"Masyarakat tahu, jika sabut kelapa itu diolah, ada harganya. Tapi, mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengolahnya. Apalagi, pengadaan mesin-mesin produksinya butuh modal yang tidak sedikit," ujar Tasrib sembari menambahkan jumlah sabut kelapa yang dibakar di desanya mencapai 1 juta butir per bulan.
Menurut Tasrib, mayoritas masyarakat desa yang dipimpinnya itu adalah petani kelapa. Namun, sabut kelapanya yang merupakan hasil samping dari perdagangangan buah kelapa di daerah berpenduduk 500 kepala keluarga itu, belum diolah menjadi komoditas bernilai ekonomi.
"Masyarakat tahu, jika sabut kelapa itu diolah, ada harganya. Tapi, mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengolahnya. Apalagi, pengadaan mesin-mesin produksinya butuh modal yang tidak sedikit," ujar Tasrib sembari menambahkan jumlah sabut kelapa yang dibakar di desanya mencapai 1 juta butir per bulan.
"Masyarakat tahu, jika sabut kelapa itu diolah, ada harganya. Tapi, mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengolahnya. Apalagi, pengadaan mesin-mesin produksinya butuh modal yang tidak sedikit," ujar Tasrib sembari menambahkan jumlah sabut kelapa yang dibakar di desanya mencapai 1 juta butir per bulan. 
Sumber : Kompas.com
-------------

Yaa.. pada akhirnya, rakyat juga akan turut menikmati jika bisnis sabut kelapa ini berjalan dengan baik. Ya kan? ^^"
Sabut sintetis